Sabtu, 03 Maret 2012

Korupsi di Lembaga Pendidikan Indonesia


Korupsi adalah ancaman yang serius bagi setiap negara. Tragisnya lagi korupsi di Tanah Air telah masuk dalam setiap kasta kehidupan. Lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif yang seharusnya menjadi pihak yang menangani masalah korupsi tidak jarang menjadi sarang koruptor. Bagaimana dengan korupsi di lembaga pendidikan?.
Teman-teman penulis di sekolah sering membuat pernyataan yang (maaf) menurut penulis sedikit narsis. Misalnya mengklaim bahwa pelaku pendidikan di sekolah tidak mungkin korupsi karena memang tidak ada yang dikorupsi. Pernyataan ,”Memangnya mau korupsi kapur, paling hanya korupsi waktu’, menjadi pernyataan yang sering diungkapkan oleh teman sejawat di sekolah. Benarkah demikian?. Benarkah sekolah masih menjadi moral force?. Benarkah sekolah memang benar-benar daerah putih yang terbebas dari praktik korupsi?.
Menjawab pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Tanpa mengetahui terminologi korupsi tentu akan memberikan jawaban yang bias. Joseph Nye (1967) menyatakan bahwa korupsi merupakan peringai yang menyimpang dari tugas yang seharusnya oleh pejabat untuk kepentingan pribadi, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan atau peningkatan status, atau pelanggaran hukum terhadap jenis praktik tertentu karena kepentingan pribadi. Dengan mengacu pada terminologi di atas maka kita dapat menyatakan bentuk-bentuk korupsi yang terjadi dilembaga pendidikan.
Bentuk korupsi di lembaga pendidikan sangat variatif, bahkan sering tidak disadari oleh pelaku. Misalnya pemberian hadiah orang tua kepada guru untuk “mempermudah” nilai anaknya, pembocoran soal atau kunci jawaban ujian, lobi-lobi dengan uang suap untuk mendapatkan jatah bantuan atau anggaran dana dari pemerintah, uang suap untuk mendapatkan jabatan tertentu, uang suap untuk mempermudah izin operasional sekolah baru, dan uang suap untuk memperlancar akreditasi sekolah. Pelaku praktik korupsi ini sering memandang uang suap sebagai bagian dari service.
Meier (2005) menyatakan bentuk korupsi yang paling umum dalam bidang pendidikan antara lain: pertama; orang tua mungkin disarankan untuk membeli buku atau alat bantu mengajar yang ditulis oleh guru anaknya. Dalam konteks ini guru berjualan karya yang ‘dipaksakan” untuk memperoleh keuntungan pribadi. 
Kedua; orang tua disarankan untuk membayar sekolah khusus dimana setelah jam sekolah berlangsung, gurunya akan mengajar anaknya materi inti dari kurikulum yang diajarkan. Dalam konteks ini guru berbisnis trik dan tips yang jitu dalam menyelesaikan soal ujian di mana trik-trik itu mungkin tidak diberikan di jam pembelajaran intrakurikuler. Dengan kata lain di sekolah guru berbisnis les tambahan. Yang patut disayangkan adalah guru terkadang lebih bersemangat memberi pelajaran pada jam khusus tersebut karena honornya besar.
Ketiga; orang tua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Pengabaian dalam hal ini akan berakibat pada , contohnya penahanan buku raport/kartu arsip siswa. Tragisnya lagi di sekolah swasta jika uang sumbangan tidak lunas akan mempersulit siswa saat akan mengambil kartu peserta ujian semester atau ujian nasional. 
Model-model korupsi di lembaga pendidikan memang sulit dihentikan karena modusnya yang berbeda dengan korupsi di lembaga lain yang kebanyakan modusnya penyelewengan anggaran atau dalam bentuk mark up anggaran. Korupsi dilembaga pendidikan semu, dan sejatinya mengandung potensi bahaya lebih tinggi. Jika korupsi anggaran hanya merugikan negara dalam bentuk uang, korupsi di lembaga pendidikan merugikan secara ekonomi dan non ekonomi seperti merusak mental siswa dan merusak masa depan siswa.
Transparansi Internasional menyatakan bahwa korupsi dalam bidang pendidikan itu sangat merugikan karena membahayakan masa depan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa karena korupsi di lembaga pendidikan lebih berdampak jangka panjang, mengancam persamaan akses, kwantitas dan kualitas pendidikan, dirasakan oleh orang-orang miskin karena tertutupnya akses memperoleh pendidikan yang bermutu sehingga anak-anak orang miskin sulit keluar dari kemiskinannya. Korupsi di lembaga pendidikan juga bertentangan dengan salah satu tujuan utama pendidikan yakni menciptakan masyarakat yang hormat atau tunduk pada hukum dan hak asasi manusia, dan terguncangnya pondasi sosial karena persepsi siswa yang memandang bahwa kejujuran itu dapat dikalahkan oleh manipulasi dan penyuapan.
Solusi
Melihat dampaknya yang jauh lebih membahayakan dibanding korupsi yang lainnya, korupsi di lembaga pendidikan harus segera ditangani dengan serius. Jika tidak sama halnya dengan menciptakan calon-calon koruptor baru baik yang terang-terangan maupun yang terselubung. Menurut penulis ada tiga hal yang dapat dilakukan: pertama; sistem pendidikan tidak memberi peluang untuk terjadi korupsi. Sebagai contohnya; jika benar terjadi kebocoran soal atau kunci jawaban dalam ujian sebenarnya mengindikasikan bahwa ujian tersebut dirasa sangat memberatkan sehingga mengakibatkan terjadi korupsi di lembaga pendidikan (dengan modus beredarnya kunci jawaban, adanya pelajaran tambahan yang harus bayar mahal, dll). Kebohongan dalam ujian ini akan memberi dampak rusaknya mental siswa, oleh karenanya sistem ujian harus dirubah. Penciptaan sekolah-sekolah mahal merupakan bentuk korupsi karena menghilangkan akses anak-anak dari keluarga miskin, oleh karena itu sistem pendidikan mahal harus ditinjau ulang. Dan masih banyak sistem lain yang harus dibenahi.
Kedua; adanya pengawasan yang ketat di lembaga pendidikan. Sayangnya fungsi kepengawasan dalam bidang apapun di negeri ini kurang/tidak maksimal karena pengawas memposisikan diri sebagai pihak yang harus di service dengan baik. Dan jika sudah di service ada kecenderungan semua masalah akan easy going.
Ketiga; adanya pencerahan terhadap pendidik karena pendidik itu sendirilah sejatinya yang menjadi kunci untuk menghilangkan korupsi di bidang pendidikan. Pencerahan itu dapat bermacam bentuknya misalnya pembelajaran tentang korupsi dan dampaknya di lembaga pendidikan.



0 komentar:

Posting Komentar